A.1. Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Ascaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaris
Species :
Ascaris lumbricoides
A.2. Morfologi
Gambar morfologi
Ascaris lumbricoides (terlampir)
Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan betina 22-35 cm. Pada
cacing jantan ujung posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral,
dilengkapi pepil kecil dan dua buah spekulum berukuran 2 mm, sedangkan
pada cacing betina bagian posteriornya membulat dan lurus, dan 1/3 pada
anterior tubuhnya terdapat cincin kopulasi, tubuhnya berwarna putih
sampai kuning kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan kutikula yang
bergaris lurus.
Telur yang dibuahi, besarnya kurang lebih 60 x 45 mikron, dan yang
tidak dibuahi 90 x 40 mikron. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang
dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3
minggu. Bentuk infektif ini, bila terbentuknya oval melebar, mempunyai
lapisan yang tebal dan berbenjol-benjol, dan umumnya berwarna coklat
keemasan, ukuran panjangnya dapat mencapai 75 μm dan lebarnya 50 μm.
Telur yang belum dibuahi umumnya lebih oval dan ukuran panjangnya dapat
mencapai 90 μm, lapisan yang berbenjol-benjol dapat terlihat jelas dan
kadang-kadang tidak dapat dilihat.
Telur
Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah
liat yang mempunyai kelembaban tinggi dan pada suhu 25-30◦ C. Pada
kondisi ini telur tumbuh menjadi bentuk yang infektif (mengandung larva)
dalam waktu 2-3 minggu.
A.3. Siklus Hidup
Gambar siklus hidup
Ascaris lumbricoides (terlampir)
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi
bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 (tiga) minggu. Bentuk
infektif ini bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya
menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe,
lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru.
Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus,
masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan
bronkus.
Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan
pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan
tertelan ke dalam esophagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus
berubah manjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing
dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 (dua) bulan
.
A.4. Patologi
Gejala yang timbul pada manusia disebabkan oleh cacing dewasa dan
larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di
paru-paru. Pada orang yang rentan terjadi pendarahan ringan di dinding
alveolus disertai batuk, demam, dan eusinofilia. Pada foto toraks tampak
infiltrat yang menghilang dalam waktu tiga minggu. Keadaan tersebut
disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa
menyebabkan penderita terkadang mengalami gangguan usus ringan seperti
mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.
Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi
sehingga memeperberat keadaan malnutrisi dan penurunan status kognitif
pada anak. Efek yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus
sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu cacing
dewasa mengembara ke saluran empedu, apendik, atau ke bronkus dan
menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan
kooperatif.
A.5. Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak.
Frekuensinya 60-90%. Kurangya pemakaian jamban keluarga menimbulkan
pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon,
di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah bahkan di
negara-negara tertentu terdapat kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk.
Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu 25
o-30
o C merupakan kondisi yang sangat baik untuk berkembangnya telur
Ascaris lumbricoides menjadi bentuk infektif.
A.6. Pencegahan dan Pengendalian
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:
- Hendaknya pembuangan tinja (feses) pada W.C. yang baik.
- Pemeliharaan kebersihan perorangan dan lingkungan.
- Penerangan atau penyuluhan melalui sekolah, organisasi kemasyarakatan oleh guru-guru dan pekerja-pekerja kesehatan.
- Hendaknya jangan menggunakan tinja sebagai pupuk kecuali sudah dicampur dengan zat kimia tertentu.
Upaya pengendalian yang dapat dilakukan antara lain dengan memutus siklus hidup
Ascaris lumbricoides. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup
Ascaris lumbricoides
ini. Kurang disadarinya pemakaian jamban keluarga oleh masyarakat dapat
menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja disekitar halaman rumah, di
bawah pohon dan di tempat-tempat pembuangan sampah. Upaya pengendalian
juga dapat dilakukan dengan memberikan obat-obatan seperti yang
diberikan secara perorangan maupun massal. Obat lama yang pernah
digunakan adalah piperasin, tiabendasol, heksilresorkimol, dan hetrazam.
Sumber : ulfahkania.htm